SEJARAH PENYULUHAN PERTANIAN DI INDONESIA
Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyu-luhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada 1817. Tetapi almarhum Prof. Iso Hadiprodjo keberatan, dan menunjuk tahun 1905 bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian, yang antara lain memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian sebagai awal kegiatan penyuluhan pertaniann di Indonesia.
Hal ini disebabkan, karena kegiatan “penyuluhan” sebelum 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan “tanam-paksa” atau cultuurstelsel.
Selama masa penjajahan Jepang, kegiatan penyuluhan pertanian praktis terhenti, karena apa yang dilakukan tidak lain adalah pemaksaan-pemaksaan kepada rakyat untuk mengusahakan bahan pangan dan produk-produk strategis yang lain.
Setelah masa kemerdekaan, penyuluhan pertanian mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut:
1) 1945-1950, Plan Kasimo (Rencana Produksi 3 tahun, 1948-1950) yang tidak dapat terlaksana karena terjadinya revolusi fisik.
2) 1950-1959 Plan Kasimo digabung dengan Rencana Wisaksono menjadi Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) yang dibagi dalam 2 tahp: 1950-1955 dan 1955-1960.
Salah satu “peninggalan” RKI adalah dibangunnya BPMD (Balai Pendidikan Masya-rakat Desa) di tingkat Kecamatan, dan dilaksanakannya penyuluhan pertanian dengan pendekatan perorangan melalui sistim tetesan-minyak (olievlek sijsteem).
Pada tahun 1958, dimulai kegiatan intensifikasi padi melalui kegiatan Padi Sentra/ SSB (self supporting beras).
3) 1959-1963, penyuluhan perorangan melalui teknik tetes-an-minyak diganti dengan penyuluhan masal dengan tek-nik tumpahan-air.
Pada periode ini, kita kenal Gerakan Swa Sembada Beras/ SSB dan KOGM (Komando Operasi Gerakan Makmur) yang pada 1970 diubah menjadi SSBM (Swa Sembada Bahan Makanan).
4) 1963-1974. Diawali oleh pengalaman Demonstrasi Panca Usaha Lengkap yang dilakukan oleh IPB di Karawang pada 1963/64 dikembangkan Demonstrasi Masal (Den Mas) yang kemudian dikembangkan menjadi BIMAS-SSBM (Bimbingan Masal Swa Sembada Bahan Makan-an).
Setelah melalui perbaikan-perbaikan dalam bentuk Bimas Berdikari, Bimas Biasa, Bimas Baru, Bimas Gotong-Royong (1968-1970), dan Bimas Nasional yang disempurnakan (1970-1973) akhirnya dikembangkan menjadi program Intensifikasi Masal ( INMAS).
Sejak pelaksanaan Bimas Nasional Yang Disempurnakan, mulai dikenalkan adanya Unit Desa (seluas 600-1000 ha) yang di dalamnya tersedia “catur sarana unit desa) yaitu: PPL, KUD, BRI-Unit Desa dan Kiosk sarana produksi.
5) 1974-1983. Bersamaan dengan proyek penyuluhan per-tanian tanaman pangan NFCEP (National Food Crops Extension Project), pada 1976 mulai dikenalkan kegiatan Intensifikasi Khusus (INSUS) dengan mengefektifkan penyuluhan kepada kelompok tani melalui sistem-kerja Latihan dan Kunjung-an (LAKU) atau Training & Visit (TV).
Keberhasilan INSUS ini sejak 1979 kemudian dikem-bangkan menjadi beragam OPSUS (Operasi Khusus) di beberapa daerah yang dinilai “terlambat”, seperti OPSUS Tekad Makmur (NTB) OPSUS Lapo Ase (Sumsel)
6) 1983-1993. Selama periode ini, beberapa hal yang me-nonjol adalah:
a. Pengembangan INSUS menjadi SUPRA INSUS meng gunakan 10 jurus teknologi, yang antara lain dengan menggunakan Pupuk Pelengkap Cair (PPC), Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan pemupukan (makro) yang berimbang.
b. Administrasi Penyuluhan di tingkat Kabupaten dialih-kan dari Dinas Pertanian (Pangan) ke Sekretaris Pelaksana Harian BIMAS (SPHB).
7) 1993 – 2001. Pada periode ini terjadi perubahan admi-nistrasi penyuluhan dipindah lagi dari SPHB ke Dinas-dinas sub-sektoral.
Semula, perubahan ini dimaskudkan untuk memeratakan kegiatan penyuluhan pertanian yang sejak awal lebih terfokus pada tanaman pangan ke semua sub-sektor.
Tetapi, karena luas wilayah-kerja penyuluh semakin luas, efektivitas LAKU menjadi berkurag. Di samping itu mutu PPL semakin tidak mampu mengimbangi kecepatan ke-majuan IPTEK dan kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh pelaku Bisnis dan LSM.
Menghadapi masalah tersebut, mulai tahun 1995 admi-nistrasi penyuluhan pertanian di Kabupaten disatukan kembali ke dalam BIPP (Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian). Sayangnya koordinasi BIPP dengan Dinas-dinas terkait tidak selalu akrab. Akibatnya, penyuluhan yang dilakukan tidak selalu serasi dan mendukung kebu-tuhan dinas-dinas terkait.
8) 2001- hingga sekarang. Seiring bergulirnya reformasi yang diikuti kebijakan Otonomi Daerah, yang membawa konsekuensi terjadinya perubahan Organisasi Pemerintah Kabupaten.
BIPP menjadi 3 (tiga) bentuk yaitu: tetap, tidak jelas, dan dilebur dalam Kelompok Jabatan Fungsional di dalam Dinas Pertanian.
POPO, TATANG dan BANYU !
7 years ago
0 komentar:
Post a Comment
Saran dan KIritik terhadap blog ini akan sangat bermanfaat bagi keberlanjutan dan kekreatifan blog ini