Top Headlines

17 November, 2009

Poses Belajar dalam Penyuluhan

pro-ses belajar yang seharusnya berlangsung dalamkegiatan penyuluhan adalah proses pendidikan yang diterapkan dalam pendidikan orang dewasa (adult education/andra-gogie), yaitu:

1) Proses belajar mengajar yang berlangsung secara lateral/horizontal, sebagai proses belajar bersama yang partisipatip di mana semua yang terlibat saling sharing/bertukar informasi, pengetahuan, dan peng-alaman.
Proses sharing tersebut, tidak hanya berlangsung antar peserta penyuluhan, tetapi juga antara penyuluh/ fasilitator dengan masyarakat yang menjadi kliennya.

2) Kedudukan penyuluh tidak berada di atas atau lebih tinggi dibanding petaninya,melainkan dalam posisi yang sejajar.
Kedudukan sebagai mitra-sejajar tersebut, tidak ha-nya terletak pada proses sharing selama berlangsunya kegiatan penyuluhan, tetapi harus dimulai dari: sikap pribadi dalam berkomunikasi, tempat duduk, bahasa yang digunakan, sikap saling menghargai, saling menghormati, dan saling mempedulikan karena mera-sa saling membutuhkan dan memiliki kepentingan bersama.

3) Peran penyuluh bukan sebagai guru yang harus menggurui petani/masyarakatnya, melainkan seba tas sebagai fasilitator yang membantu proses belajar, baik selaku: moderator (pemandu acara), motivator (yang merangsang dan mendorong proses belajar) atau sekadar sebagai nara-sumber manakala terjadi “kebuntuan” dalam proses belajar yang berlangsung.

4) Dalam persiapan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, perlu memperhatikan karakteristik orang dewasa, yang pada umumnya telah mengalami “kemunduran” penglihatan, pendengaran, dan daya tangkap/pena-laran.
Di samping itu, dalam proses belajar juga perlu mem-perhatikan karakteristik emosional orang dewasa, yang biasanya lebih perasa, mudah tersinggung, tidak mau digurui, merasa lebih berpengalaman, dll.

5) Materi penyuluhan, harus berangkat dari “kebutuhan yang dirasakan”, terutama menyangkut:
• kegiatan yang sedang dan akan segera dilakukan
• masalah yang sedang dan akan dihadapi
• perubahan-perubahan yang diperlukan/diinginkan

Karena itu, meskipun melalui kegiatan penyuluhan diha-rapkan terjadi penyampaian “inovasi” (yang berupa: produk, ide, teknologi, kebijakan, dll), inovasi yang disam paikan harus yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhan yang sedang dirasakan masyarakat..

6) Tempat dan waktu pelaksanaan penyuluhan, sebaik-nya juga harus disesuaikan dengan kesepakatan masyarakat tentang waktu dan tempat yang biasa mereka gunakan untuk keperluan-keperluan serupa.
Karena itu, kegiatan penyuluhan tidak boleh mene-tapkan bakuan tentang waktu dan tempat penyeleng-garaannya. Sehingga, penetapan jadwal/waktu dan tempat kegiatan penyuluhan yang dibakukan sebagai-mana ditetapkan dalam sistem kerja LAKU/TV, hendaknya tidak diterapkan secara rigid/kaku, tetapi sebaiknya disesuaikan dengan kesepakatan masyara-katnya, yaitu:
• tempat penyuluhan tidak harus selalu di hamparan/lahan usahatani, tidak harus menetap, tetapi dapat berpindah-pindah sesuai dengan materi dan kesempatan yang dimiliki.
• hari dan waktu pertemuan, tidak harus tetap, tetapi yang penting ada kepastian.
• Selang waktu kunjungan tidak harus 2 minggu sekali, tetapi yang penting dilakukan pertemuan (kunjungan) 2 kali dalam sebulan, atau untuk masyarakat Jawa dapat diundur sedikit menjadi 2 kali dalam selapan (35 hari).

7) Keberhasilan proses belajar, tidak diukur dari sebe-rapa banyak terjadi “transfer of knowledge”, tetapi lebih memperhatikan seberapa jauh terjadi dialog (diskusi, sharing) antar peserta kegiatan penyuluhan
Berlangsungnya dialog seperti ini memiliki arti yang sangat penting, kaitannya dengan:
• penggalian inovasi yang ditawarkan, baik yang ditawarkan dari “luar” maupun “indegenuous technology” yang digali dari pengalaman atau warisan generasi-tua
• peluang diterima dan keberhasilan inovasi yang ditawarkan
• berkembangnya partisipasi masyarakat dalam bentuk untuk “merasa memiliki”, keharusan “turut mengamankan” segala keputusan yang telah disepakati (melaksanakan, monitoring, dll)

Berkaitan proses belajar yang berlangsung dalam kegiatan penyuluhan, perlu juga diperhatikan pentingnya:

1) Proses belajar yang tidak harus melalui sistem sekolah, yang memungkinkan semua peserta dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan ”belajar bersama”

2) Tumbuh dan berkembangnya semangat belajar seumur hidup, dalam arti pentingnya rangsangan, dorongan, dukungan, dan pendampingan terus menerus secara berke-lanjutan.

3) Tempat dan waktu penyuluhan, harus disepakati ter-lebih dahulu dengan (calon) peserta kegiatan, dengan lebih memperhatikan kepentingan/kesediaan mereka. Pemilihan waktu dan tempat penyuluhan tidak boleh ditetapkan sendiri oleh penyuluh/fasilitatornya menu-rut keinginan dan waktu yang dapat disediakannya.

4) Tersedianya perlengkapan penyuluhan (alat bantu dan alat peraga terutama yang berkaitan dengan: penglihatan/ pencahayaan, dan pendengaran).
Perlengkapan yang disediakan, sebaiknya berupa alat ban-tu dan alat peraga berupa contoh riil yang dapat disedia-kan dan dapat digunakan sesuai dengan kondisi setempat.

5) Materi ajaran tidak harus bersumber dari texbook, tetapi dapat dari media-masa seperti: koran, tabloid, majalah, laporan-laporan, radio, televisi, pertunjukan kesenian, perjalanan, dll termasuk ceritera rakyat maupun pesan-pesan generasi-tua (para pendahulu), maupun pengalaman-kerja dan pengalaman-kehidup-an sehari-hari.

6) Materi ajaran tidak harus baru (up to date), tetapi dapat juga berupa cerita-kuno, atau praktek-praktek lama yang sebenarnya sudah pernah dilakukan tetapi telah lama ditinggalkan.

7) Sumber bahan-ajar, tidak harus berasal dari orang-orang pintar, tokoh masyarakat, atau pejabat, melainkan dari siapa saja (termasuk pihak-pihak yang sering direndah-kan).

8) Pengembangan kebiasaan untuk bersama-sama meng- kaji atau “mengkritisi” setiap inovasi (dari manapun sumber-nya), kaitannya dengan peluang dan ancaman, manfaat/ keuntungan yang akan diharapkan dan korbanan/resiko yang akan ditanggung, serta tingkat kesesuaiannya de-ngan: keadaan alam/fisik, kemampuan ekonomi, daya-nalar, agama, adat, kepercayaan, dan norma-kehidupan masyarakat setempat.

9) Kehadiran fasilitator atau nara-sumber, tidak selalu harus diterima sebagai “penentu”, tetapi cukup sebagai pemberi pertimbangan.
Bagaimanapun, keputusan sangat tergantung kepada masing-msing individu dan atau kesepakatan masyarakat setempat.

0 komentar:

Post a Comment

Saran dan KIritik terhadap blog ini akan sangat bermanfaat bagi keberlanjutan dan kekreatifan blog ini

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More