VIVAnews - Pada Senin 30 November 2009, dua kejadian bunuh diri di dua mal, menggemparkan Jakarta.
Sekitar pukul 16.12 WIB, seorang perempuan asal Palembang, Sumatera Selatan, Ice Juniar (24) diduga meloncat dari lantai lima Grand Indonesia.
Di hari yang sama, seorang pemuda bernama Reno Fadillah Hakim, warga Patal Senayan, terjun dari lantai lima Senayan City sekitar pukul 21.10 WIB. Hidup Reno berakhir dalam perjalanan ke rumah sakit.
"Dari pengamatan yang kami lakukan (lewat CCTV), sengaja meloncat. Tangga dia naiki kemudian dia loncat," kata Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat, Komisaris Besar Hamidin dalam perbincangan dengan tvOne, Rabu 2 Desember 2009.
Sementara, lanjut dia, ada saksi yang melihat Reno berjalan lalu meloncat. "Dalam kasus ini sementara, murni bunuh diri," tambah Hamidin.
Hamidin mengatakan saat ini memang beredar spekulasi bahwa dua orang yang bunuh diri tersebut adalah pasangan. Benarkah? "Kami belum melihat di sana, penyelidikan secara parsial dulu," tambah dia.
Dijelaskan Hamidin, keterangan sementara yang diperoleh polisi, Ice sedang dalam pengobatan, dia depresi karena susah tidur.
"Putus asa tak kunjung sembuh," kata Hamidin. Namun, kata dia, polisi terus melakukan penyelidikan.
"Kami sedang menggali berbagai keterangan," lanjut dia.
Sebelumnya, selain motif bunuh diri, Polisi memiliki dugaan, Reno yang jatuh dari lantai lima Senayan City karena kelalaian pengelola mal. Namun pengelola Senayan City menepis tudingan tersebut.
Kepolisian Resor Jakarta Pusat, masih memeriksa sejumlah saksi terkait kejadian yang diduga aksi bunuh diri di Mal Grand Indonesia dan Senayan City. Polisi juga akan mendalami adanya dugaan kelalaian dari pengelola gedung terkait kejadian ini.
"Kalau ditemukan ada kelalaian dari pengelola gedung, akan ada upaya hukum. Sekarang pengelola gedung masih dimintai keterangan sebagai saksi," ujar Kapolres Jakarta Pusat, Komisaris Besar Hamidin.
dan Ini Berita terbaru di lansir dari vivanews.com
VIVAnews - Richard Kurniawan, 35, warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, tewas setelah terjun dari lantai 11 Mangga Dua Square. Ia diduga bunuh diri.
Dugaan itu muncul dari bekas pijakan kaki yang melekat di dinding pagar pembatas area parkir pusat perbelanjaan dan hiburan itu. Pagar pembatas memiliki tinggi 1,5 meter dan tebal 0,5 meter. Demikian disampaikan Kepala Kepolisian Sektor Pademangan, Komisaris Wawan Setiawan.
Korban jatuh setelah menikmati hiburan karaoke bersama kerabatnya di 'Karaoke Sands' sekitar pukul 03.25, Jumat, 4 Desember 2009. Belum diketahui mengapa korban bisa berada di area parkir dekat Gudang Jitec di lantai 11 itu. "Tempat parkir itu tutup kalau sudah jam 10," kata satpam yang menjadi saksi mata, Adi Suntoro.
Adi mengatakan, setelah memanjat pagar pembatas itu, korban sempat berdiri sebelum akhirnya menghempaskan diri ke bawah. Korban tewas seketika dengan luka sangat mengenaskan. Sebagian organ rusak, dan sejumlah tulang patah. Dari ketinggian lantai 11, tubuh korban terhempas di lobi lantai dasar Boulevard II, dekat pintu keluar Mangga Dua Square.
Peristiwa itu adalah yang ketiga terjadi di Jakarta dalam pekan ini. Masih lekat dalam ingatan pada Senin, 30 November, awal pekan ini, sekitar pukul 16.15 seorang wanita terjun dari lantai 5 Grand Indonesia. Selang beberapa jam kemudian, sekitar pukul 20.30, seorang pria juga terjun dari pusat perbelanjaan Senayan City.
Pendapat Para Ahli Mengapa Mereka Bunuh Diri
dikutip dari vivanews
VIVAnews - Bunuh diri merupakan tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Alasan melakukan ini banyak macamnya, tapi umumnya didasari oleh rasa bersalah yang sangat besar, karena merasa gagal untuk mencapai sesuatu harapan.
Hal itu diungkapkan ahli psikologi Sani B Hermawan kepada VIVAnews pada Rabu 2 Desember 2009 untuk menanggapi beberapa kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia selama sepekan terakhir, dua di antaranya terjadi di pusat belanja Jakarta.
Selain dilanda putus asa karena tidak mampu memecahkan masalah, ada juga diakibatkan oleh kepribadian tertentu. Salah satunya depresi. Jadi, kata Sani, orang yang tidak puas dan tidak kuat menahan cobaan hidup, bisa memilih jalan bunuh diri.
“Jadi, orang yang punya kepribadian seperti itu, dia memiliki kecenderungan untuk bunuh diri,” kata Sani.
Ditanya mengenai motif bunuh diri sebagaimana ilmu sosiologi jelaskan, yaitu karena ingin berjuang melalui keyakinan yang dianut, Sani mengatakan kasus semacam itu memang ada.
Dia menyontohkan bunuh diri dalam budaya Jepang yang dikenal istilah hara-kiri. Hara kiri, kata dia, didasari semangat untuk mencapai suatu kehormatan. Karena mati dianggap lebih terhormat daripada hidup tidak punya harga diri.
Kemudian bunuh diri karena ideologi tertentu, misalnya dengan meledakkan diri di tempat publik.
“Alasan pelaku kan karena ada yang ingin dia perjuangkan. Tapi menurut saya, itu paradigma yang keliru,” katanya. “Karena yang tewas bukan hanya dia sendiri, orang lain juga jadi korban.”
Sani mengatakan tidak melihat kasus bunuh diri di Indonesia dilakukan karena didasari semangat pencapaian kehormatan seperti dalam hara-kiri. Sebab, budaya Indonesia dengan Jepang beda. Apalagi, masyarakat Indonesia umumnya taat pada agama dan agama melarang bunuh diri.
Jadi, Sani lebih menangkap kasus bunuh diri di Indonesia hanya sebatas karena mereka tidak mampu memecahkan masalah pribadi dengan baik.
Nah, kalau persoalannya itu, Sani mengatakan salah satu cara mencegahnya ialah dengan memahami mereka yang sedang menjalani cobaan hidup. Dan ini merupakan tanggung jawab teman dan keluarga. Mereka harus membantu, mendengar, memahami, mendukung, dan mencari solusi bersama.
POPO, TATANG dan BANYU !
7 years ago
0 komentar:
Post a Comment
Saran dan KIritik terhadap blog ini akan sangat bermanfaat bagi keberlanjutan dan kekreatifan blog ini