Top Headlines

18 June, 2010

Intregritas UU no 16. tahun 2006

Share/Bookmark

Dalam UU No. 16 Tahun 2006 pasal 6 (2a) dinyatakan bahwa;.. penyuluhan dilaksanakan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan per-tanian, perikanan, dan kehutanan;

Tentang hal ini, perlu dipahami bahwa, dewasa ini, pemerintah menyelenggarakan tidak kurang dari 20 jenis penyuluhan pembangunan di pedesaan. Oleh sebab itu, perlu perenungan yang sungguh-sungguh, apakah penyuluhan (sektoral) pertanian masih diper-lukan, ataukah hanya dikembangkan satu kegiatan penyuluhan pembangunan perdesaan secara terinte-grasi dan holistic



Terhadap hal-hal di atas, dapat dikemukakan:

(1) Kebijakan Penyuluhan Pertanian

Sejarah mencatat bahwa, sejak jaman penjajahan sampai dengan bergulirmnya reformasi hingga sekarang telah terjadi beragam kebijakan penyuluhan pertanian di Indonesia, dengan keunggulan dan kelemahannya masing-masing.

a.)Meskipun kegiatan penyuluhan pertanian di jaman penjajahan telah memberikan manfaat bagi masyarakat, tetapi hanya terfokus pada pengembangan komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan besar.Sedang penyuluhan bagi pertanian rakyat relatif tidak banyak tersentuh.

b.)Mengawali masa kemerdekaan, pembentukan BPMD sebagai basis penyuluhan pertanian layak dihargai.

c.)Sayangnya, kegiatan penyuluhan yang menggunakan pendekatan “tetesan minyak” dirasakan sangat lamban dan tidak banyak memberikan manfaat serta dampak terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan petani.

d.)Kegiatan penyuluhan yang dilakukan melalui KOGM dan Padi Sentra dengan pendekatan “tumpahan air” memang diakui lebih efektif dibanding pendekatan yang “tetesan minyak” yang digantikannya.

e.)Sayangnya, kegiatan penyuluhan di jaman itu dilaksanakan secara “komando” yang terkesan militeristik dan kurang menggunakan proses pendidikan.

f.)Kegiatan penyuluhan masalmelalui BIMAS dan INMAS terbukti mampu memberi-kan manfaat yang signifikan, utamanya terhadap kenaikan produktivitas padi. Tetapi, kegiatan penyuluhan yang merupakan pelaksanaan Revolusi Hijau tersebut tidak banyak memberikan manfaat terhadap pendapatan petani.Bahkan Kasryno (1984) mencatat beragam dampak negatif yang menyangkut:

·menyusutnya kesempatan-kerja bagi masyarakat pedesaan

·semakin bertambahnya petani yang tidak-bertanah (tuna-kisma)

·melebarnya kesenjangan pendapatan masyarakat

Di samping itu, introduksi varietas padi berumur pendek yang dibarengi dengan penggunaan pupuk-buatan dan pestisida yang semakin intensif (ragam dan dosisnya) telah berakibat buruk terhadap kelestarian alam berupa:

(a)rusaknya pergiliran tanaman yang berdampak lebih lanjut terhadap eksplosi hama/penyakit tanaman

(b)munculnya resistensi dan resurgensi hama/penyakit terhadap pestisida tertentu serta munculnyabiotipe baru.

(c)Kerusakan sifat-sifat fisika dan kimia tanah

(d)Defisiensi unsur hara-mikro

(e)Dll.

(2)Penyelenggaraan sistim kerja LAKU/TV, dilihat dari: profesionalisme penyuluh,dan layanan ter-hadap (kelompok) petani, merupakan ”revolusi” kegiatan penyuluhan di Indonesia.

(3)Di lain pihak, inovasi sosial yang dilakukan melalui INSUS telah mampu menmbus keter-gantungan terhadap inovasi teknologi yang dinilai bamnyak memberikan akibat buruk (secara tek-nis, sosial, dan budaya).

(4)Sayangnya, keberhasilan LAKU/TV yang diba-rengi dengan kegiatan INSUS dan SUPRA INSUS tersebut justru ”dirusak” dengan kebijak-an penempatan kegiatan penyuluhan/penyuluh pertanian dari Sekretariat BIMAS kepada masing-masing sub-sektor.

(5)Pembentukan BIPP yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme penyuluhan, ternyata (karena lemahnya koordinasi dengan Dinas Teknis terkait) di beberapa daerah justru melemahkan kinerja penyuluh/penyuluhan perta-nian

(6)Eforia reformasi yang bergulir sejak awal 1998, yang diikuti dengan kebijakan Desentralisasi/Oto-nomi Daerah ternyata justru berdampak buruk bagi kinerja penyuluhan.

(7)Hal ini disebabkan oleh karena persepsi peme-rintah provinsi/kabupaten/kota yang tidak selalu posiitif terhadap kegiatan penyuliuhan/penyuluh pertanian, yang berakibat pada tidak optimalnya pemanfaatan kelembagaan, tenaga dan sarana/ prasarana penyuluhan yang telah tersedia.

Melemahnya kinerja penyuluhan pertanian (yang dilakukan oleh pemerintah) juga disebabkan oleh:

(a)semakin berkurangnya jumlah penyuluh, karena memasuki usia-pensiun

(b)semakin lemahnya produktiivitas penyuluh karena umur yang semakin tua

(c)semakin meningkatnya frekuensi dan mutu penyuluhan yang dilakukan oleh swasta, LSM dan perguruan tinggi.

(d)Semakin bertambahnya sumber-sumber inovasi yang lebih mudah diakses petani melalui media-masa

(e)Kondisi sumberdaya alam yang semakin menurun, karena rusaknya sarana/prasarana pengairan dan menurunnya sifat-sifat fisika dan kimia tanah.

(8) Diterbitkannya UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehuatanan, ternyata belum memberikan manfaat signifikan bagi perbaikan kinerja penyuluhan pertanian.

Lebih lanjut, berkaitan dengan kebijakan penyuluhan di era reformasi, penting dibahas tentang desentrali-sasi penyuluhan pertanian.

Tentang hal ini, kajian yang dilakukan di negara-negara Amerika Latin tentang alasan-alasan tentang pentingnya desentralisasi penyuluhan pertanian, amtara lain mengungkapkan:

a)Kelemahan strategi nasional dalam menyerap/ mengakomodasi aspirasi lokal pada kegiatan perencanaan penyuluhan pertanian yang diper-lukan

b)Rendahnya mutu supervisi/pengawasan

c)Lemahnya aliran pengetahuan/inovasi bagi kaum miskin, utama-nya yang menyangkut keterkaitan penelitian, penyuluhan dan lembaga-lembaga pelatihan

d)Lemahnya pengembangan karir penyuluh, ter-utama yang bekerja berdasarkan kontrak.

e)Lemahnya posisi-tawar masyarakatmiskin untuk memperoleh subsidi dari pemerintah.

Terkait dengan hal ini, kajian yang dilakukan terha-dap negara-negara yang telah melakukan desentrali-sasi, membuktikan bahwa:

a)adanya keseimbangan yang adil antara pusat dan daerah,baik secara administratif, politis, dan fis-kal.

b)desentralisasi politis, merupakan unsur yang pen-ting dalam pemi-lihan wakil-wakil rakyat.

c)Meningkatnya peran LSM dan partisipasi masya-rakat yang signifikan.

Telaahan lebih lanjut tentang proses desentralisasi penyuluhan pertanian, menunjukkan tentang penting-nya identifikasi pelaksana/penanggungjawab peran-peran penyuluh, apakah tetap dipegang oleh peme-rintah pusat ataukah lebih didesentralisasikan, yaitu:

a)Perumusan kebijakan, strategi dan perencanaanpenyuluhan (sentraliasi)

b)Program pelatihan untuk penyuluh (sentralisasi dan desentrali-sasi)

c)Dukungan spesialis-teknis untuk kegiatan penyu-luhan(sentrali-sasi)

d)Produksi materi penyuluhan, produk audio-visual, buku pedo-man, dan bahan-bahan penyu-luhan yang lain (yang biasanya disentralisir

e)Monitoring danEvaluasi untuk mendukung mutu-program terkait (yang dibutuhkan pada semua aras manajemen)

f)Program-program pelatihan untuk masyarakat/ petani (pada umumnya didesentralisasikan)

g)Layanan informasi pasar (sentralisasi)

h)Dorongan terhadap (termasuk pengendalian) penyuluhan swasta (privatisasi dicampur dengan pengendalian sentralistis dan desen-tralistis)

i)Media masa untuk kampanye, termasuk siaran radio, TV, majalah pertanian, surat-kabar,((yang biasanya disentralisir,tetapi sangat mungkin untuk didesentralisasi-kan atau diserahkan kepada pihak swasta/diprivatisasikan

j)Penyebar-luasan telepon, internet,serta kontak (tanya-jawab) dari petani, serta lembaga-lembaga agribisnis dan penyuluhan, yang disentralisasi-kan.

Di samping itu, berrkaitan denganpraktek desen-tralisasi yang baik, diakui bahwa desentralisasi sangat bermanfaat bagi pengembangan fungsi sistem (diseminasi) teknologi.Maskipun demikian, harus dipahami bahwa, desentralisasi hanyalah sekadar alat, dan bukannya tujuan akhirnya.Artinya, desen-tralisasi bukanlah satu-satunya alat untuk mengem-bangkan fungsi diseminasi teknologi.

0 komentar:

Post a Comment

Saran dan KIritik terhadap blog ini akan sangat bermanfaat bagi keberlanjutan dan kekreatifan blog ini

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More