Top Headlines

02 December, 2009

Filsafat (politik) Pancasila

A. Pendahuluan
Etika politik ialah cabang dari filsafat politik. Oleh karna itu baik buruknya perbuatan atau perilaku politik yang dinilai dalam rangka elit politik penilaiannya berdasarkan filsafat politik yang bersangkutan. Etika politik komunisme menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku-perilaku politik berdasarkan filsafat politik komunisme. Etika politik facisme berdasarkan filsafat politik facisme dan etika politik demokrasi berdasarkan etika politik pancasila, yang sudah barang tentu menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan filsafat politik pancasila.

B. Filsafat Politik Pancasila dan Etika Politik Pancasila
Apakah filsafat politik pancasila itu? Filsafat politik pancasila adalah seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila.
Tak perlu diragukan lagi bahwa bagi bangsa dan negara Indonesia Filsafat Politik politiknya adalah Filsafat Politik Pancasila sekalipun adakalinya cara bangsa Indonesia bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak sejalan dengan pancasila , dan bahkan pernah pula bertentangan dengan pancasila sekalipun, namun yang diukur dan diusahakan bahwa seperangkat keyakinan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi masyarakat bangsa dan negara Indonesia adalah pancasila. Atau singkat kata pancasila adalah filsafat politik masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Penjelasannya adalah sebagai berikut: pancasila merupakan bawaan kodrat manusia Indonesia, bagi bangsa Indonesia, manusia diseluruh dunia, khususnya manusia Indonesia memiliki sifat kodrat monodualis sebagai individu dan sebagai makhluk sosial sekaligus jadi yang bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia itu adalah makhluk dengan sifat kodratnya yang demikian itu bersamaan dengan itu manusia Indonesia dan juga manusia pada umumnya diseluruh dunia dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa mempunyai kedudukan kodrat yang monodualis pula, yaitu sebagai pribadi yang mandiri dan sebagai makhluk Tuhan sekaligus.
Manusia yang demikian itu tersusun atau tersenyawa secara kordat pula, yaitu jasmani dan rohani. Dikatakan bawaan kodarat manusia Indonesia, karena “demikianlah manusia Indonesia itu “maka” demikian pulalah pancasila”. Manusia Indonesia (dan juga pada umumnya manusia diseluruh dunia) itu adalah “seperti itu”, “maka” seperti itu pulalah” pancasila itu. Manusia Indonesia memiliki tiga hubungan kodrat kemanusiaan selengkapnya, maka dari itu Pancasila adalah asas hidup yang berpangkal pada tiga hubungan kodrat kemanusiaan selengkapnya.
Mengulangi apa yang telah diuraikan dan membandingkannya dengan filsafat politik komunisme, demokrasi, facisime, maka kita peroleh perbandingan sebagai berikut :
1. Apabila filsafat politik komunisme memandang seorang individu manusia hanyalah sekedar nomor dalam negara dalam keseluruhan hidup bersama sebagai masyarakat yang menegara, kedudukan individu tidaklah penting dan yang penting adalah kehidupan berasama yang menegara, maka filsafat ilmu pancasila beraliran bahwa secara kodrati manusiaadalah makhluk individu – sosial sekaligus dan ini berarti bahwa aspek individu dan aspek sosial manusia itu sama saja pentingnya sedangkan manusianya sendiri itu satu.
2. Apabila filsafat politik demokrasi memandang individu manusia teramat penting, sedangkan kehidupan bersama yang merupakan masyarakat yang menegara adanya sebagai akibat adanya perjanjian kemasyarakatan bersama untuk kehidupan menegara demi kepentingan individu – individu yang menjadi warganya, sebagai individu adalah nomor satu pentingnya sedangkan masyarakat yang menegara adalah penting yang nomor dua, maka filsafat politik pancasila berkeyakinan bahwa secara kodrati manusia adalah makhluk individu-sosial sekaligus dan ini berarti aspek individu dan aspek sosial itu sama saja pentingnya, tetapi manusianya sendiri itu adalah satu.
3. Apabila filsafat politik facisme memandang manusia hanya sebagai unsur dari kebersamaan masyarakat manusia yang berwujud negara, sedangkan negara yang mengatur dan menentukan segala-galanya (sebagai subjek) dan individu bukanlah subjek melainkan hanya objek, maka filsafat politik pancasila berkeyakinan bahwa manusia adalah subjek sekaligus objek. Individu manusia adalah subjek hukum yang memiliki negara dan hukum itu, tetapi bersama dangan itu individu manusialah yang dikenal aturan hukum tersebut dan taat kepada aturan hukum negara tanpa kecualinya. Dalam bertindak sebagai pemberi suara dalam pemilihan umum, individu warga negara adalah subjek. Sedangkan didalam menjalankan sesuatu, menjalnkan kendaraan atau mendirikan rumah misalnya, ia tidak boleh semau-maunya karena ia harus tunduk dan taat pada peraturan hukum negara. Demikianlah negara kita adalah negara demokrasi pancasila maka demokrasi kita juga dinamakan demokrasi monodualis. Suatu negara demokrasi dimana manusia sebagai individu dan maklhuk sosial sekaligus. Jadi berbedadengan demokrasi barat dan berbeda pula dengan demokrasi rakyat (komunisme) uni sovyet dahulu.
Bagaimanakah etika politik pancasila? Rumusan etika politik pancasila dengan demikian dapat disusun sebagai berikut : etika politik pancasila merupakan cabang dari filsafat politik pancasila, yang menilai baik buruknya perbuatan atau perilaku politik berdasarkan filsafat politik pancasila. Sedangkan filsafat poltik pancasila adalah seperangkat keyakinan yang didalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara manusia Indonesia yang berdasarkan pancasila. Sekarang jelaslah sudah bahwa filsafat politik pancasila adalah filsafat politik negara pancasila, yang memfungsikan pancasila sebagai dasar filsafatnya dan sebagai ideologinya. Etika politik pancasila menilai baik buruknya perilaku politik dan tindakan-tindakan atau perbuatan politik dari sudut pandang pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai ideologi negara republik Indonesia.
Masalah – masalah politik amat banyak jumlah dan macamnya namun dapat digolongkan menjadi :
1. Sistem pemerintahan
2. Hak – hak dasar warga negara
3. Hubungan pemerintah negara dangan warga negara
4. Hubungan negara dengan dunia internasional
5. dll.

C. Pengertian nilai, norma dan moral
1. Pengertian Nilai
Nilai atau “Value” Dalam bahasa inggris termasuk dalam kajian filsafat. Istilah nilai daidalam filsafat dipakai untuk menunjukan kata bneda abstrak yang artinya “keberhagaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindkan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (frankena, 229).
Nilai itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Misalna bunga itu indah, perbuatan itu susila. Indah, susila alah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian nilai itu suatu kenyataan yang “tersembunyi” dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager).
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatau yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil kepeutusan. Keputusan merupakan nilai yang dapat menyatakan baik atau tidak baik, berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, indh atau tidak indah. Sesuatu dikatakan bernialai apabila sesuatu itu berharga, berguna, berguna, benar, indah, baik dan lain sebagainya.
2. Hierarki Nilai
Terdapat berbagi macam pandangan tentang nilai hal ini bergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya.
Menurut Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dile;ompokkandalam tingkatan sebagi berikut :
1. Nilai-nilai kinikmatan
2. nilai-nilai kehidupan
3. nilai-nilai kejiwaan
4. nilai-nilai kerohanian
Walter g. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
1. Nilai-nilai ekonomis
2. Nilai-nilai Kejasmanian
3. Nilai-nilai hiburan
4. Nilai-nilai sosial
5. Nilai-nilai watak
6. Nilai-nilai estesis
7. Nilai-nilai intelektual
8. Nilai-nilai kegamaan.
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1. nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia nilai kerohanian in dapat dibedakan atas empat macam :
a) Nilai Kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi cipta) manusia
b) Nilai keindahan tau nilai estesis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis, gevoel, rasa manusia
c) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, Wollen, karsa) manusia
d) Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

D. Nilai dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
Dalam kaitannya dalam penjabarannya, maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumen, nilai praksis.
a) Nilai Dasar
Walaupun memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata (praksis) namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiahnya disebut onotologis), yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia tau segala sesuatu lainnya.
b) Nilai Instrumental
Nilai intrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai intumrntal tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral. Namun jikalau nilai instrumental itu berkaitn dengan suatunorganissi atau negara maka nilai-nilaiinstrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan strategi yang bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakkan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitsi dari nilai dasar.
c) Nilai Praksis
Nilai Praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyat. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumrntal itu. Dapat juga dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian tidak bisa menyimpang atau bahkantidak bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakna suatu sisitem perwujudannya tidak boleh menimpang dari sistem tersebut

E. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Sebagimana telah dijelaskan diatas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, bik lahir maupun batin. Nilia berbeda dengan fakta dimana fakta dapat diobservasi melalui suatu verfikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan dimengerti dan dihayati manusia. Nilai berkaitan juga dengan harapan dan cita-cita dan nilai tidakk bersifat konkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manuisa, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikongkitkan lagi serta diformulasikan menjdi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Maka wujud yang lebih kongkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu norma.

F. Kesimpulan
Sebagai dasar Filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakn sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hokum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” serta sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” adalah merupakan sumber nilai-nilai morasl bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Dalam pelaksanaan dan penelenggaraan negara, etika politik agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan
1. asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku
2. disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis)
3. dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral) (lihat Suseno, 1987 : 115)
Pancasila sebagai suatu system filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan yang menyangkut publik, pembagiaan serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral (sila I) serta moral kemanusiaan (sila II). Hal ini ditegaskan oleh Hatta takkala mendirikan negara, bahwa negara harus berdasarkan moral Ketuhanan dan moral Kemanusiaan agar tidak terjerumus kedalam machtstaats atau negara kekuasaan


REFERENSI
Kaelan, 2004, Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi 2004, Paradigma, Yogyakarta.
Notonagoro, 1980, Beberapa Hal Mengenai Filsafat. Cet. 9, Pantjuran Tujuh, Jakarta.
Suseno Von Margnis, 1986, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. PT. Gramedia, Jakarta.


Translate By Google :
A. Introduction
Political ethics is a branch of political philosophy. By karna is good or bad deeds of political behavior are assessed in the context of the political elite judgments based on political philosophy is concerned. Political ethics assess the pros and cons of communism act or political behaviors based on political philosophy of communism. Facisme political ethics based on facisme political philosophy and political ethics of democracy based on Pancasila political ethics, which is certainly assess the pros and cons of political action or behavior based on Pancasila political philosophy.

B. Political Philosophy and Ethics Politics Pancasila Pancasila
Is the political philosophy of Pancasila that? Political philosophy Pancasila is a set of beliefs in a society, nation and state are defended and fought for the life of society, nation and state based on Pancasila.
Needless to say that the Indonesian state and nation is a political Political Philosophy Political Philosophy Pancasila even adakalinya Indonesian nation how a society, nation and state are not in line with the Pancasila, and also even though contrary to Pancasila, but a measured and cultivated that the set of societal beliefs state and nation for the nation and the country is Pancasila Indonesia. Short or Pancasila is the political philosophy of the community, nation and state of Indonesia. The explanation is as follows: Pancasila is an innate human nature, Indonesia, the Indonesian nation, people around the world, especially human beings possess the nature of Indonesia monodualis as individuals and as social beings and become a community, nation and state that Indonesia is a creature with such a nature nature It's the same with the Indonesian people and also people in general around the world before God the Almighty has monodualis natural position anyway, ie as an independent person and as God's creatures as well.
Such human or tersenyawa arranged in kordat Besides, the physical and spiritual. Say innate human kodarat Indonesia, because "Indonesian people so that" then "so are the Pancasila". Human Indonesia (and also humans in general throughout the world) it is "like that", "then" like that precisely "that the Pancasila. Indonesia has three human relations more human nature, therefore the principle of Pancasila is the stem of life on three more human nature relationship.
Repeating what has been described and compared with the political philosophy of communism, democracy, facisime, we get the following comparison:
1. If the political philosophy of communism at an individual human being is merely a number in a country in the whole living together as a community menegara, the position of the individual is not important and what is important is berasama the menegara's life, the philosophy of Pancasila science wing that manusiaadalah inherently individual beings - both social and This means that the individual aspects of human and social aspects that would be important while it was human himself one.
2. If the political philosophy of democracy at the individual human being of paramount importance, whereas the common life which is the menegara society as a result of social agreement with menegara to life for the sake of individuals - individuals who become citizens, as individuals is the number one importance, while society is important menegara number two, the political philosophy of Pancasila believes that humans are inherently social beings as well as individuals and this means that aspects of individual and social aspects that would be important, but the human itself is one.
3. If facisme political philosophy sees man only as an element of human societies together form the state, while states that regulate and determine all things (as subjects) and individuals are not subjects but objects only, then the political philosophy of Pancasila is belief that the human subject and object. Human individual is a subject that has a state law and the law, but with the view that individual humans are known to the rule of law and obedience to the rule of law without exception. In acting as voters in the general election, the individual citizen is the subject. While in running things, menjalnkan vehicle or build a house for instance, he can not arbitrarily, because he must submit and adhere to state laws. Thus our country is a democracy Pancasila democracy then we are also called monodualis democracy. A democratic country where people as individuals and social maklhuk well. So berbedadengan different Western democracies and also with people's democracy (communism) former Soviet Union.
How the Pancasila political ethics? Pancasila political ethics can thus be arranged as follows: Pancasila political ethics is a branch of political philosophy Pancasila, which assess the merits of political action or behavior based on Pancasila political philosophy. While affiliated Pancasila philosophy is a set of beliefs within a society, nation and state that human Indonesia based on Pancasila. Now it is clear that political philosophy is political philosophy Pancasila Pancasila state, the functioning of the Pancasila as the basic philosophy and as an ideology. Pancasila political ethics assess the pros and cons of political behavior and actions or political action from the viewpoint of philosophy of Pancasila as the basic ideology of the state and the republic of Indonesia.
Problems - very much a political issue number and kind but can be classified into:
1. System administration
2. Rights - the basic rights of citizens
3. View state government relations citizen
4. Relations with the international state
5. etc..

C. Understanding of values, norms and moral
1. Understanding Value
Value or "Value" In the English language included in the study of philosophy. The term value philosophy daidalam used to show abstracts bneda word meaning "keberhagaan" (worth) or "good" (goodness) and the verb, which means a certain psychological tindkan in evaluating or making judgments, (Frankena, 229).
Value is essentially a nature or quality inherent in an object, not the object itself. Something that has value or meaning there's a quality inherent in that thing. Eg flowers were beautiful, the action was decent. Beautiful, vice ne the nature or quality of flowers and attached to the deed. Thus the value of a fact that "hidden" behind other realities. There's value because of other facts as the bearer of value (wartrager).
Assessing means weighing, a human activity to connect with sesuatau something else, then for the next kepeutusan taken. The decision is a value that can be declared good or bad, useful or useless, true or not true, indh or not beautiful. Bernialai say something when something is valuable, useful, useful, true, beautiful, good, and so forth.
2. Value Hierarchy
There is a sharing of views about the value of this depends on the point of departure and point of view.
According to Max Sceler suggests that the values are not equal luhurnya and the same height. According to the high and low, the values can be missing something; ompokkandalam levels as follows:
1. Kinikmatan values
2. life values
3. mental values
4. spiritual values
Walter G. Everet classify human values into eight groups:
1. Economic values
2. Kejasmanian values
3. Entertainment values
4. Social values
5. Character values
6. Estesis values
7. Intellectual values
8. Kegamaan values.
Notonagoro divided into three kinds of values, namely:
1. material value of all things useful for human physical life, or human bodily material needs.
2. Vital value, ie everything that is useful for human beings to be able to conduct activities activities.
3. Spiritual values, that is all that useful for the human spirit in spiritual values can be divided into four types:
a) Value of Truth, which is based on reason (ratio, creative mind) man
b) The value of beauty estesis tau value, which is based on the feeling element (esthetis, gevoel, a sense of human
c) The value of goodness or moral values, which is based on the element will (will, Wollen, intention) of human
d) religious values, which is the highest value and kerokhanian absolute value is sourced to religious belief or confidence man.

D. Basic values, Values and Value Instrumental Praxis
In relation to the penjabarannya, then the values can be grouped into three kinds of basic values, the value of the instrument, the value of praxis.
a) Value Basis
Despite its abstract nature means that can not be observed by human senses, but in the realization of the value associated with behavior or any aspect of human life that are real (praxis) and yet each has a value of basic values (in scientific language is called onotologis), which is the essence, essence, the essence or the ultimate meaning of these values. These basic values are universal because the nature of objective reality of all things such as the nature of God, human beings know everything else.
b) Instrumental Value
Instrumental value is a guideline that can be measured and can be directed. When intumrntal values are related to human behavior in everyday life then it would be a moral norm. However, if the instrumental value suatunorganissi or berkaitn with the state-nilaiinstrumental value is a referral, policy strategies rooted in basic values. So that it can also dikatakkan that the instrumental value is a eksplisitsi the basic values.
c) Value Praxis
Praxis value essentially is dictated more than instrumental value in a life nyat. So the value of this praxis is the realization of the value that instrumrntal. Can also vary possible realization, however, can not deviate or bahkantidak contradictory. This means that because the basic values, instrumental values and the value of a praxis that sisitem manifestations merupakna should not cripple the system

E. Relationship Values, Norms and Moral
Sebagimana has been described above that is the value of a quality that will benefit human life, bik khatam. Different Nilia facts where facts can be observed through an empirical verfikasi, while the abstract values that can only be understood, understood and internalized thinking man. The value associated with the hopes and ideals and values are concrete tidakk ie can not be captured by manuisa senses, and the value can be subjective or objective.
In order for these values to be more useful in guiding attitudes and human behavior, it is necessary to more dikongkitkan again and menjdi more objective formulated so as to facilitate people to translate it into a concrete behavior. So a more concrete manifestation of these values is the norm.

F. Conclusion
As a basic philosophy of Pancasila state is not only a source of derivation merupakn legislation, but also a source of morality, especially in relation to the legitimacy of power, law and various policies in the implementation and operation of the state. First principle "Belief in God Almighty" and the second principle of "Humanities Fair And Civilized" is a source of values for morasl national and state life.
In the implementation and penelenggaraan state, political ethics to run the state power in accordance with the
1. principle of legality (legal legitimacy), which is executed in accordance with applicable law
2. validated and implemented in a democratic (democratic legitimacy)
3. implemented based on moral principles or does not conflict with (moral legitimacy) (see Suseno, 1987: 115)
Pancasila as the system has three basic philosophy is. In the public regarding the implementation, pembagiaan and authorities must be based on the moral legitimacy (please I) and human moral (sila II). This was confirmed by the Hatta takkala establish a state, that the state should be based on morality and moral Divine Humanity in order not to fall into machtstaats or state power


REFERENCES
Kaelan, 2004, edition of Pancasila Education Reform 2004, Paradigm, Yogyakarta.
Notonagoro, 1980, A Few Things About Philosophy. Cet. 9, Pantjuran Seven, Jakarta.
Von Suseno Margnis, 1986, Political Ethics, Moral Principles of Modern State Basic. PT. Gramedia, Jakarta.

0 komentar:

Post a Comment

Saran dan KIritik terhadap blog ini akan sangat bermanfaat bagi keberlanjutan dan kekreatifan blog ini

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More