Proses Akulturasi Islam dengan Budaya Jawa
Suwito NS *)
*) Penulis adalah Magister Agama (M.Ag.), alumus Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Dia dosen tetap di Jurusan Pendidikan (Tarbiyah) STAIN Purwokerto. Bukunya terbarunya yang telah terbit, Shalat Khusu’ di Tempat Kerja (Pustaka Pelajar bekerjasama dengan STAIN Purwokerto Press, 2006).
Tradisi-tradisi Jawa; Pengaruh Kepercayaan dan Tata Nilai
Jawa Pra Hindu Budha
Membahas konsep slametan dalam tradisi Jawa, tidak dapat dilepaskan dengan pembahasan tentang kepercayaan yang menjadi pandangan hidup masyarakat Jawa. Ketika membahas kepercayaan masyarakat Jawa, kita dihadapkan bentangan panjang sejarah kepercayaan mereka. Wajar saja karena sejarah tentang kepercayaan (agama) memiliki usia setua dengan eksistensi (manusia) yang mempercayainya. Pembahasan ini menjadi penting karena membahas tradisi erat kaitannya dengan keyakinan dan nilai. Oleh karena seringkali tradisi muncul karena berdasar keyakinan dan nilai.
Situasi kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan dinamisme.4 Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat.
Menurut Romdlon, dkk.,6 animisme adalah aliran (doktrin) kepercayaan yang mempercayai realitas (eksistensi, maujud) jiwa (roh) sebagai daya kekuatan yang luar biasa yang bersemayam secara mempribadi di dalam manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan segala yang ada di alam raya ini.
Dengan kepercayaan ini muncul penyembahan pada ruh nenek-moyang (ancestor worship). Penyembahan pada ruh ini akhirnya memunculkan tradisi dan ritual untuk menghormati ruh nenek-moyang. Penghormatan dan penyembahan biasanya dilakukan dengan sesaji dan selamatan. Tujuan ritual ini adalah sebagai wujud permohonan pada ruh leluhur untuk memberikan keselamatan bagi para keturunannya yang masih hidup. Seni pewayangan dan gamelan adalah ritual yang seringkali dijadikan sarana untuk mengundang dan mendatangkan ruh nenek-moyang. Dalan tradisi ritual ini, ruh nenek-moyang dipersonifikasikan sebagai punakawan yang memiliki peran pangemong keluarga yang masih hidup